Sunday, June 17, 2012

Tidak Bersyarat.

"...So, how's life?"
"Hm? Yah, begini-begini saja. Standard. Mengalir."
"....."

Ya, di sinilah aku. Duduk di sebelahmu, mencoba membuka percakapan dari membicarakan topik penting hingga kembali bertanya pertanyaan paling basi saking tidak tahu lagi harus berbicara apa.
Sedangkan kamu, hanya menjawab ala kadarnya sambil fokus menatap jalanan di depan karena sedang mengendalikan kemudi mobil.
Di sinilah kita. Duduk bersisian, seperti biasa. Dibatasi oleh kesunyian, hanya diiringi oleh suara musik yang terdengar sayup-sayup di dalam mobil.

Tidak ada yang berbicara.
Entah karena aku yang memang tidak suka berbicara karena tidak pandai dalam berkata-kata, atau karena kamu yang malas memulai pembicaraan.

Aku pun memandang keluar kaca jendela. Mencoba menelaah kejadian-kejadian di luar, tapi nyatanya pikiranku sedang terbang ke arah lain.
Pikiranku terbang ke subjek yang duduk di sebelahku. Ya, kamu.

Kamu yang belakangan ini selalu menyita pikiranku. Bayanganmu seakan memonopoli hari-hariku.
Entah kenapa bisa. Aku pun tidak tahu.
Keningku pun seketika berkerut. Saking kerasnya aku berpikir, mencari alasan-alasan mengapa hal ini bisa terjadi.
Kita yang selalu seperti ini. Saling diam jika berdua saja. Tidak seperti jika kamu sedang bersama yang lain-lain, dimana pembicaraan seakan tidak ada ujungnya, terasa ramai. Dimana aku selalu hanya bisa menimpali dengan tawa, dan tersenyum melihatmu yang begitu lepas.

Kamu dan aku?
Selalu sepi.

Tetapi apa daya. Aku merasa nyaman dengan sepi ini. Tidak perlu kamu mengajakku berbicara, tertawa, seperti kamu mengajak yang lain.
Cukup dengan sepi ini. Aku merasa cukup.
Mungkin aku sudah sayang. Terlanjur jatuh kepadamu.

Aku pun menghela nafas. Berat rasanya hati ini mengakui itu. Aku tahu ini salah. Rasa ini tidak akan pernah berhasil. Berkali-kali aku terjun ke pengalaman seperti ini, dan selalu berakhir buruk. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa rasa cinta yang tumbuh di antara dua sahabat hanya akan menghancurkan tali persahabatan itu sendiri. Tali ini sudah terlalu indah. Dan aku tidak mau merusak itu hanya karena ingin membuat tali ini menjadi sempurna. Karena tidak ada hal di dunia yang sempurna bukan?

Perlahan aku melepas pandangan dari jalanan luar, dan menatapmu diam-diam. Ya, bahkan untuk menatapmu lekat saja aku tidak berani. Aku pun memejamkan mata, mencoba menenangkan gemuruh di dada ini. Melihat wajahmu saja sudah membuat jantung ini berdetak kencang tak karuan. Seketika tanganku refleks memperbesar suara musik yang dari tadi hanya terdengar sayup-sayup. Aku terlalu takut detak kencang jantung ini terdengar olehmu.

"Please don't stand so close to me, I'm having trouble breathing.
I'm afraid of what you'll see, right now.
I'll give you everything I am.
All my broken heartbeats until I know you'll understand."

Lagu ini...melodi yang mengalun ditambah liriknya yang terdengar jelas, seakan mendukung apa yang sedang aku tahan di dalam sini. Pertahananku pun runtuh sudah. Mata ini terasa basah, tetapi dengan cepat aku seka dan tahan sekuat mungkin sebelum kamu melihat. Kembali aku memejamkan mata. Untuk meredam emosi yang seakan bisa meledak kapanpun.

"Eh, Carissa. malah tidur. Sudah sampai di rumah kamu nih."
Aku refleks membuka mata mendengar suara indah yang menginterupsi sepi ini. "Hehe aku ngantuk, Lex. Thanks ya. Kamu jadi repot nganterin jauh-jauh ke rumah."
"Dasar. Aku jadi berasa supir. It's ok. Aku juga ga bisa biarinin kamu pulang sendiri selarut ini kan."
Akupun hanya membalas dengan senyum. Sepertinya ini salah satu faktor kenapa aku bisa jatuh kepadamu. Kamu yang baik. Selalu baik.
"Hati-hati di jalan. Kabari aku kalau sudah sampai." pintaku dengan sungguh-sungguh.
"Iya. tenang aja sih, Sa. Aku pulang ya. Bye."

Sayup-sayup masih terdengar lagu dari kaca jendela mobilmu yang terbuka.

"And I will make sure to keep my distance
Say "I love you" when you're not listening
And how long can we keep this up, up, up?"

Akupun hanya bisa tersentum getir sambil memandangi mobilmu yang sedang berlalu pergi.
Mungkin memang aku jatuh cinta di waktu yang salah. Tetapi aku tidak pernah bisa menyalahkan apa yang kurasakan ini. Di sisi lain, rasa ini terasa benar.
Biar aku menyimpan rasa ini diam-diam. Tidak usah diucapkan karena memang tidak perlu.
Sambil berharap, semoga, rasa ini akan menghilang dengan sendirinya. Walaupun memakan waktu yang lama.

Aku hanya perlu sepi di antara aku dan kamu. Karena itu saja, sudah cukup.

-----


*Lyrics taken from : "Distance" by Christina Perri