Tuesday, July 31, 2012

Diri Sendiri = Kunci Awal.


Entah kenapa waktu lagi iseng utak-atik website Vimeo, saya menemukan video ini. Baru ngeh kalau lagunya Sigur Rós yang berjudul 'Hoppipolla' jadi backsound TV commercial Earth Hour 2012 ini! (yang sudah kenal saya pasti ngerti kenapa saya heboh pas tau lagu Sigur Rós jadi backsound)
Eh terus juga baru ngeh ada Nadya Hutagalung! Astaga, I really adore her! Salah satu contoh wanita hebat masa kini, yang sudah berkontribusi untuk lingkungan dan dunia dengan ga banyak omong.

Tapi sebenarnya bukan karena Sigur Rós dan Nadya Hutagalung sih saya mau bahas tentang video ini. Mereka sekadar side dish yang memperindah keseluruhan video.
Saya lebih mau bahas, mengenai isi dan maksud dari video Earth Hour 2012. Memang sih telat kalau mau dibahas sekarang secara Earth Hour juga sudah lewat beberapa bulan yang lalu. Tapi entah kenapa saya tergelitik saat menonton video ini lagi.

Jujur, saya merasa dirajam langsung waktu menonton dengan lebih seksama.
Ternyata......masih banyak hal yang tidak saya lakukan untuk menjaga bumi kita tercinta ini.
Bisa dilihat dari hal-hal kecil deh.
Saya kalau siang-siang masih suka nyalain semua lampu di rumah. Padahal sinar matahari dari luar jendela sudah memberi penerangan yang cukup.
Saya kalau mandi masih suka lama ba.....nget! Buang-buang air buat main-main di kamar mandi sesuka hati.
Saya masih suka beli air mineral kemasan plastik, padahal kan bisa bawa botol minum dari rumah.
Saya masih suka belanja dikit-dikit minta dibungkus plastik, padahal lebih efisien bawa shopping bag kemana-mana.
Saya masih suka memakai pemakaian listrik yang berlebihan, misal pemakaian AC di saat-saat tidak diperlukan.
Saya masih suka berbuat (buruk) ini dan itu.

Langsung saya diam. Mikir. Merenung. Introspeksi diri.
Selama ini saya sering berkoar-koar menuntut adanya suatu perubahan. Mengkoreksi perilaku orang yang menurut saya salah. Mengeluhkan situasi buruk lingkungan dan alam yang ada sekarang.
Tapi dari diri saya sendiri saja, saya tidak melakukan apa-apa.
Bahkan bisa dibilang, saya juga ikut andil dalam merusak lingkungan.
Kalau sudah begini.....salah siapa?

Mungkin memang benar ya. Untuk mengadakan sesuatu perbaikan dan perubahan itu, dibutuhkan kesadaran dari diri sendiri. Memang contoh perbuatan yang saya sebutkan di atas itu terkesan remeh. Tapi coba bayangkan kalau semua orang masih berbuat seperti itu. Yang ada numpuk-numpuk-numpuk terus, dan akhirnya meledak.
Memang harus diri sendiri dulu yang dibenahi, diperbaiki. Baru bisa melaksanakan sesuatu perbaikan yang lebih luas.
Jika diri sendiri sudah benar, baru bisa mengajak orang lain untuk ikut melakukan sesuatu hal yang benar pula. Lambat tetapi pasti. Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit.

Saya sendiri juga masih banyak belajar.
Dari sekarang saya mau belajar untuk mengurangi (bahkan kalau bisa menghilangkan!) kebiasaan buruk yang ternyata memberi dampak buruk untuk lingkungan dan bumi kita.
Belajar menggunakan air dan listrik secukupnya, meminimalisirkan penggunaan kemasan plastik dalam kehidupan sehari-hari, menjaga kebersihan, pokoknya belajar melakukan hal baik lainnya lah.

Hal kecil, dan membutuhkan proses yang lama. Tetapi segala perubahan memang hanya bisa dimulai dari kita sendiri.
Kita, kunci dari segala awal.

Wednesday, July 25, 2012

My Dream Job Would Be : Music Journalist

Saya baru aja ikutan project dari salah satu blogger Indonesia kesukaan saya, Ka Rahne Putri. Waktu itu di post Tumblr Ka Rahne ini, dia memberitahu bahwa dia dan temannya membuat suatu blog project, yaitu In Parallel Universe. Di sini kita bisa submit tulisan kita mengenai pekerjaan sederhana yang kita impikan tanpa memikirkan imbalan yang kita dapatkan.

Untuk mimpi saya sendiri, saya memilih menjadi Jurnalis Musik.
Kenapa?
Sesederhana karena saya sangat amat mencintai musik. Rasanya, musik itu sudah menjadi 90% bagian dari hidup saya. Mendengarkan musik sudah menjadi kewajiban di sela tiap aktivitas padat saya. Menonton langsung para musisi favorit berekspresi di atas panggung sudah menjadi kebutuhan saya (tentu saja jika didukung oleh keadaan finansial saat itu).
Dan, mengapa harus jurnalis? Karena saya lebih menikmati bekerja di belakang layar, tidak terekspos. Cukup menulis suatu resensi musik, dan melihat ada nama saya tercantum di atas kertas sebagai penulis, itu sudah menjadi kebahagian luar biasa tersendiri.

Sesederhana karena musik membuat saya bebas. Dan saya ingin bekerja untuk sesuatu yang saya cintai.

Berikut tulisan yang tadi saya coba masukkan di Tumblr tersebut.

Di #DuniaParalel, saya ingin menjadi seorang jurnalis musik. Musik yang merupakan hal yang paling saya cintai di dunia ini.
Tetapi saya lebih ingin bekerja di belakang layar musik itu sendiri, tidak perlu menjadi pelakon di atas panggung. 
Meliput sebuah konser musik, mengabadikan ekspresi lepas nan indah para musisi yang terlihat letih namun bebas di atas panggung, lalu membagikan pengalaman tidak terlupakan itu di atas tulisan-tulisan yang akan dibaca oleh dunia luar.
Mewawancara para musisi, mengetahui seluk beluk kehidupan musik mereka, lalu menuliskan kembali perjalanan tersebut untuk dilihat oleh orang banyak.
Menuliskan resensi seorang musisi, album musik dan lain sebagainya, untuk memberi tahukan orang di luar sana keindahan musik yang ada dan sedang terjadi. 
Tidak penting seberapa besar uang yang didapatkan. Bekerja di belakang layar, memberi pengetahuan kepada dunia luar, bisa melakukan apa yang dicinta. Itu sudah sangat lebih dari cukup.

Terus berdoa, dan berusaha.
Semoga saja, suatu saat, ada jalan yang membuat saya dapat meraih mimpi ini.

***

Untuk yang ingin ikut berbagi mimpi, silahkan jelajahi Tempat Ini :)

Thursday, July 19, 2012

A Warm Gathering With FB.

Kemarin, tanggal 18 Juli 2012 jam 19.00 WIB, saya menyempatkan diri sepulang kantor untuk datang ke Rumah Independen di Jl. Tebet Barat 1 no. 23 untuk menghadiri acara kumpul bersama Bang Faisal Basrie beserta tim, relawan, dan pendukung lainnya yang dibuka untuk umum.
Hasilnya? Acara tersebut sangat tidak mengecewakan. Rasanya rasa letih luar biasa yang disebabkan oleh macet (luar biasa) Jakarta kemarin langsung terbayarkan oleh hangatnya atmosfer selama acara berjalan.


Ini pertama kalinya saya bertemu Bang Faisal Basrie, dimana sebelumnya saya hanya tahu siapa beliau dari omongan teman-teman yang kebetulan mengenal beliau dan dari tulisan-tulisan di social media.
Dan ternyata sosok beliau sangatlah berbeda apa yang saya pikirkan sebelumnya.
Saya tahu bahwa beliau merupakan sosok yang baik (kalau tidak baik, kenapa juga saya mau memilih beliau di pemilukada kemarin?). Tetapi mengingat bahwa beliau juga salah satu tokoh di Indonesia, saya tidak berharap terlalu muluk. Apa sih yang biasanya kalian tahu dari sosok seorang tokoh? Jujur, saya selalu berpikir, mereka arogan. Yah, kalau tidak arogan pun, terkesan 'dingin' lah saat bertemu orang baru yang notabene bukan siapa-siapa.
Tetapi saya merasa kagum, dan berani mengakui, bahwa Bang Faisal Basrie berbeda jauh dengan pemikiran saya selama ini. Tidak ada sifat arogan yang saya rasakan dari beliau kemarin. Malahan, saya dapat melihat bahwa beliau benar-benar rendah hati dan hangat seperti yang sudah saya pernah baca di beberapa tulisan opini orang-orang.
Saya yang kebetulan datang terlambat di acara kemarin (yes, traffic jam is suck), duduk lesehan di sebelah Bang Faisal sendiri karena itu satu-satunya tempat yang masih kosong. Oh ya, FYI, Rumah Independen kemarin penuh saking ramainya orang yang datang. Bahkan beberapa orang harus rela berdiri di luar pintu karena sudah tidak bisa masuk lagi ke dalam ruangan.
Saya tadinya agak kaget bisa duduk di sebelah beliau, dan jujur agak bingung mau ngapain. Tapi apa yang beliau lakukan? Melihat saya yang baru duduk, beliau langsung menyalam tangan saya lalu kami berdua ngobrol-ngobrol sedikit tentang hal yang remeh temeh. Hal kecil memang, tapi itu bisa membuat saya terkesan and well, merasa dianggap.

Tidak sampai di situ saja. Suasana sharing dan diskusi antar orang pun juga terasa hangat. Sambil duduk lesehan dan mencicip snacks yang disediakan, satu per satu orang menceritakan pengalaman, menyampaikan pendapat, mengajukan saran, dan masih banyak yang lainnya.

Ada satu Bapak keturunan chinese sharing mengenai pengalamannya. Pada saat hari H pemilukada kemarin, seseorang teman dari Bapak ini bertanya (atau lebih ke menyatakan) "Eh, lu pilih siapa ntar? Pasti pilih Ahok kan!". Bapak ini cuma menjawab, "Ngga. Dari baju kemeja putih gue aja udah keliatan gue mau pilih siapa. Ya FaisalBiem lah. Lagian kenapa harus milih Ahok? Emangnya kita ini mau pemilihan gubernur atau ketua suku?"
Dari cerita Bapak ini saya mengambil kesimpulan, betapa masih sempitnya pemikiran orang Indonesia saat ini. Saya tidak bermaksud rasis juga mengatakan bahwa memilih pasangan lain juga salah. Toh setiap orang mempunyai pilihan yang berbeda. Tetapi kenyataannya masih banyak orang yang entah terlalu apatis atau bagaimana, menjatuhkan pilihannya hanya karena faktor persamaan etnis, agama, latar belakang, dan lainnya, dibanding melihat seberapa qualify pilihannya tersebut. Tidak kah mereka sadar bahwa sesuatu perubahan ada di tangan mereka para pemilih?

Lalu ada cerita dari seorang petugas security di suatu restoran Itali di Jakarta. Orang ini bercerita, bahwa dia dianggap 'gila' oleh teman-temannya karena dianggap terlalu idealis dan tidak realistis. Bahkan ada beberapa temannya yang bicara "Ngapain sih lu milih nomor 5? Ga realistis! Harusnya tuh, yang kasih kita duit, orang itu yang kita pilih!"
Miris memang mendengarnya. Dimana orang masih menganggap uang adalah segalanya. Tapi saya bisa bicara apa jika yang berbicara itu orang dari kelas menengah ke bawah, yang seringkali dirugikan oleh pemerintah?

Itu masih sebagian kecil cerita dari sharing teman-teman di gathering kemarin. Terlalu banyak yang harus dituliskan jika semuanya harus saya ceritakan di sini.

Tetapi pada intinya, semua orang di tempat itu berharap bahwa gerakan independen ini tidak akan berhenti sampai di sini saja. Berharap bahwa kita dapat melakukan sesuatu. Sesuatu perubahan dengan gerakan yang orang pandang sebelah mata. Tetap menetapkan "berdaya bareng-bareng" yang sudah dikomitmenkan untuk menjadi pedoman kita bergerak maju.

Secara pribadi, saya merasa terberkati bisa hadir dalam acara kemarin, karena saya jadi belajar banyak mengenai politik yang secara tidak langsung diajarkan dengan cara yang ringan dan fun, dan menjadi lebih peduli dengan Jakarta bahkan Indonesia. Tidak apatis lagi dengan politik. Dan saya merasa terinspirasi.

Karena itu, saya menunggu sesuatu gerakan yang nantinya akan disimpulkan dan dibuat oleh Bang Faisal dan team sendiri, dan pasti akan turut ikut andil dalam hal tersebut. Saya sangat siap memberikan bantuan sejauh yang saya bisa lakukan. Disamping itu, saya tentu juga akan berusaha untuk melakukan suatu perubahan di sekitar yang dimulai dari hal sekecil apapun.

Terima kasih banyak untuk Bang Faisal Basrie atas kesempatan juga pelajaran yang telah diberikan. Juga para team FaisalBiem yang membuat acara gathering ini. Juga kepada teman-teman baru sesama pendukung yang sama-sama memberikan inspirasi kepada saya.

"Saya percaya pendukung saya cerdas. Dan mereka tidak perlu dicerdaskan untuk memilih siapa nantinya." - Faisal Basrie


I'm a proud 5% ! I'm a proud Jakartan! I'm a proud Indonesian!

Embrace! Embrace!



Well. Enough said, Sir.
Would anyone do a weirdo dance, avec moi?


Source : Google

Monday, July 16, 2012

Silence.



Silence is the new conversation.
This is what I believe in my whole life. People think that the only way to have a connection or conversation with other person is through words. Talk much. So other will hear you.
The fact is, silence is a conversation too.
Have you try to have a silent moment? Listen to the sounds of nature? Pay attention to someone's expression? Have a chit-chat with yourself in your heart?

Sigur Rós' new video 'Rembihnútur' will tell us what is the beautiful of the silence.
Watch it, and feel it.
You will know that the video is trying to deliver something to us only through the moving pictures.

Fyi, I cry every time I watch this video. It feels like I can feel the pain, and desperation of these people in this video.
I cry, even I don't know what Jonsi (the vocalist) sings in this song.
I don't even understand what the lyrics mean.
But I do feel it through the collaboration of pictures and music.


Below explanation is taken from www.promonews.tv.

The fourth video in Sigur Rós’s ongoing Valtari Mystery Film Experiment – the project where various filmmakers were given an open brief to make a video for a song from the new album – is by the band’s longtime collaborators and fellow countrymen Arni and Kinski.

“For the last twelve years meditation has been a way of life for us. Going within, releasing emotions, moving through negativity, judgment, discouragement, and the fears that are so often in the mind. Being able to move from the mind into the heart. This is what the music of Sigur Rós helps us to do and we use it as a tool in our meditation.
In meditation we are able to feel and move through our emotions allowing us to drop deeper within our hearts. From this depth of heart we are finding more acceptance, compassion, love, gratitude, passion, clarity, intuitive thinking and much much more. We hope this video will inspire you to do your part in elevating the consciousness of the planet in whatever way that may be.”
Peace and love, Arni & Kinski.


Well done, Sigur Rós. You have made it again.

***

Sunday, July 15, 2012

Sincerity Love.

Aku terdiam. Menatap foto yang terpampang di depan mataku. Rasanya ada sesuatu yang mencekikku dari dalam saat melihat dua subjek bersisian yang ada di dalam foto tersebut. Berkali-kali aku menelaah setiap kemungkinan yang berebutan hadir di pikiranku, hanya untuk sekadar menyangkal kenyataan yang ada.

Aku, yang pikirannya sedang kacau. Sedangkan kamu, duduk di sebelahku, terlihat tidak sabar menunggu komentar keluar dari mulutku.

"Carissa, gimana pendapat kamu?"

"Dia....cantik. Senyumnya manis."

"Dia memang manis. Tapi bukan karena itu aku tertarik sama dia. Dia baik dan lembut sekali. Khasnya perempuan yang keibuan deh. Dia juga perhatian, yang terasa tulus dan tidak dibuat-buat. Baru kali ini aku tertarik sebegininya sama seseorang."

"Kamu...suka sama dia?"

"Ngga. Tapi udah sayang."

....
Aku terkesiap mendengar pengakuanmu yang gamblang barusan. Baru kali ini aku melihat dirimu yang begitu tegas dan yakin akan kata-kata yang kau ucapkan. Matamu juga menyiratkan kesungguhan yang dalam saat menyatakan hal itu.

Sakit.
Kenapa udara di sekeliling terasa hilang? Membuat dada sesak.

"Car, kok bengong? Car? WOI!"

"Eh sorry, Lex."

"Gimana sih. Aku lagi cerita, kamu malah bengong. Jadi gimana menurut kamu? Should I go for her or not? Because I don't think she's interested with me like I am."

"Alex, kalau kamu memang yakin, kejarlah. Man gotta do what a man gotta do. Jangan hiraukan prasangka buruk yang ada. Jujurlah, tunjukkan saja cintamu sama dia. Karena kalau aku lihat dari foto ini, ada chemistry di antara kalian berdua. Rasanya....dia juga tertarik sama kamu....."

"Whoa, yang bener, Car?! That's what I want to hear now! Aku memang butuh dukungan dari orang terdekat, dan aku yakin kalau kamu orang yang tepat. Dukung aku dengan support dan doamu yang biasanya manjur itu ya! Hehe. You are truly my best friend, Car. Thank you!"

Kamu tiba-tiba memelukku dengan bersahabat. Sudah biasa aku merasakan pelukanmu, tetapi entah kenapa kali ini berbeda. Aku gemetar. Rasanya sudah tidak tahan. Kelenjar air mataku membuncah. Aku menangis tanpa suara. Menangisi perasaan di dalam yang aku tahu tidak akan pernah bisa dibebaskan.
Perasaan yang sepenuhnya akan dipenjarakan demi menjaga yang sudah ada. Demi senyum di wajah seseorang yang sangat berarti.

Aku, yang rela melakukan apa saja. Rela menukar apa saja. Hanya untuk kebahagiaan diberikan.

Friday, July 13, 2012

Proud of Yourself.



 "So the fact that I am me and no one else is one of my greatest assets. Emotional hurt is the price a person has to pay in order to be independent."
- Haruki Murakami







Di saat saya sedang merasa down ataupun tertekan, saya selalu mengulang rangkaian kata dari Mr. Haruki Murakami ; salah satu penulis favorit saya , seperti di atas. Selalu saya ulang berkali-kali di otak. Untuk sekedar mengingatkan betapa bisa menjadi diri sendiri sesungguhnya salah satu hadiah terindah dari Sang Pencipta.

Pernah merasa tidak puas menjadi dirimu sendiri? Merasa bahwa dirimu selalu lebih kurang, lebih buruk dari orang lain? Iri kepada siapapun yang kamu nilai punya segalanya?
Jujur, saya pernah.
Dan saya yakin kalian yang sedang kebetulan membaca ini, pasti pernah merasakan hal yang sama, even for only once in a lifetime.
Menurut saya, perasaan seperti ini manusiawi. Mengingat sifat manusia yang tidak pernah puas.

Saya ingin berbagi pengalaman sedikit mengenai pengalaman saya.

Dulu, salah satu sifat yang paling saya benci dari diri saya ialah sifat pendiam saya. Tidak pernah berani memulai pembicaraan ke orang yang belum saya kenal. Hal ini tentu saja mempersulit saya dalam mendapatkan banyak teman dan network yang luas.
Sifat ini masih berlanjut hingga di lingkaran pertemanan saya. Dimana saya tidak banyak berbicara dan lebih banyak memperhatikan, merespons pun ya hanya seadanya.
Saya benci sekali dengan diri saya yang seperti ini. Tidak jarang saya iri dengan orang lain, bahkan teman saya sendiri, yang supel, bisa sebegitu mudahnya berbicara, melontarkan lelucon, dan membuat orang lain tertawa. Kalau saya yang disuruh melucu? Yang ada orang di sekeliling saya diam seribu bahasa saking ga lucunya lelucon saya.

Saya terus merutuki diri saya yang seperti ini sampai pernah seseorang pernah bilang ke saya,
"You're a good listener, Carl. Kamu selalu diam. Tapi itu yang bikin orang-orang senang curhat sama kamu. Karena kamu cukup mendengarkan dan jarang merespons dengan judgement yang ga penting. Kamu itu ya berkata seadanya. Tapi itulah kadang yang kami butuh waktu curhat. Cuma butuh kuping dan bahu untuk bersandar. And for me, you're capable enough for it."
Akhirnya saya sadar bahwa Tuhan memang menciptakan setiap manusia dengan perannya yang berbeda untuk saling melengkapi. Bayangkan kalau di suatu sekelompok manusia semuanya bawel;bicara terus ga berhenti. Yang ada ribut karena rebutan bicara satu sama lain, dan maunya hanya didengarkan. I can't even imagine I live in a place like that.
Mulai dari sini saya mulai mencintai diri sendiri. Kalem, ga banyak omong. Karena tugas saya, ialah mendengarkan. Berhenti pura-pura jadi orang yang sok asik. Tetapi tidak sampai disitu saja. Saya tetap berusaha menggali potensi dari sifat pendiam saya ini, dimana ternyata saya lebih mudah mengekspresikan pikiran dan perasaan saya ke dalam bentuk tulisan. Saya mulai mecoba banyak menulis sehingga apa yang di dalam otak saya tidak terendap begitu saja.

Selain itu, saya dulu juga selalu menyalahi masa lalu saya. Keadaan dimana saya dibesarkan tanpa figur Ayah, yang membuat Ibu saya bekerja sekeras mungkin hanya untuk menghidupi keluarga yang saat itu keadaan materil terpuruk karena ditinggalkan oleh Suami dan Ayah tercinta.
Dengan keadaan Ibu yang bekerja dari pagi hingga malam, membuat saya terpaksa melakukan segala sesuatu sendirian. Keadaan uang yang pas-pasan membuat saya yang saat itu SD di sekolah yang notabene murid-muridnya merupakan orang berada, menjadi merasa terkucil karena jujur, minder dengan yang lain. Dimana yang lain diantar ke sekolah naik kendaraan pribadi (walaupun jarak rumah-sekolah termasuk dekat), saya hanya bisa berjalan kaki. Dimana yang lain bisa jajan ini itu karena diberi uang saku yang banyak, saya harus puas dengan bekal makanan yang saya bawa dari rumah. Saya yang dulu masih kecil dan terhitung labil, hanya bisa menyalahkan Ibu saya.
Tetapi seiring saya bertumbuh dewasa, saya malah bersyukur dengan keadaan masa kecil saya dulu. Karena dulu terbiasa hidup susah, sampai sekarang pun saya tidak pernah tertarik hidup mewah yang berfoya-foya. Karena dulu terbiasa melakukan apapun sendiri, saya menjadi orang yang mandiri sekarang. Jarang bergantung kepada orang lain kecuali memang urgent sekali. Bahkan di usia saya yang masih 19 tahun ni, sudah bisa mencari nafkah sendiri. Saya sangat bersyukur Ibu saya menggembleng saya dari kecil hingga tidak menjadi sosok manja sampai sekarang ini.

Itulah alasan kenapa waktu melihat penjelasan arti dari SONY VAIO E 14P "The Pure and Clear" yang berwarna putih dengan semburat garis birunya, saya langsung merasa bahwa ini cocok sekali dengan kepribadian saya. "Calm, Independent, and Free."




Yes, I am so in love with its colour. Melihat warna putih dan birunya yang begitu menenangkan seakan-akan membuat saya merasa seperti di atas langit. Bebas.
Jika saya punya kesempatan untuk membeli barang ini, saya tidak akan pikir dua kali go for it. Belum lagi untuk mempunyai laptop ialah salah satu mimpi saya. Karena lebih ringkas untuk menjalani hobi menulis saya dengan laptop yang bisa dibawa kemanapun, dibandingkan dengan komputer yang hanya bisa dilakukan di rumah saja.
Ide dan inspirasi muncul di saat dan tempat yang tidak terduga, bukan?

(Ingin coba dapatkan yang sesuai dengan kepribadianmu? Klik di sini.)


At the end, just be who you are. Karena Tuhan punya rencana sendiri dengan setiap rancangan-Nya. Dibalik dirimu yang selalu kamu rasa buruk, ada suatu kelebihan yang berbeda dari orang lain. Setiap orang itu unik. Dan keunikan tiap seseorang itu saling melengkapi. Jangan pernah berusaha menjadi orang lain. Karena sejatinya, orang yang tidak bisa mencintai dirinya sendiri, tidak akan bisa dicintai apa adanya oleh orang lain.


Embrace yourself. And be proud of who you are.


"We are beautiful no matter what they say. Words can't bring us down. We are beautiful in every single way. Yes, words can't bring us down." - Beautiful by Christina Aguilera

*** 

Thursday, July 12, 2012

One Day.

I have promised to myself, I will live in this place.

Iceland

Or at least, visit it for once in a lifetime? :)


Source: Google

Harapan Itu Masih Ada.

H+1 Pemilukada DKI Jakarta.
Euforia masih sangat terasa di kepala ini.


Ya, kemarin itu, tanggal 11 July 2012, pertama kalinya saya berkesempatan untuk ikut serta dalam pemilihan umum di Indonesia.
Awalnya saya tidak bersemangat dan biasa-biasa saja. Well, mungkin karena saya sudah sangat apatis dengan politik di negara ini. Tidak pernah saya tertarik ingin tahu dan ikut campur mengenai apapun yang berhubungan denan politik. Coba kalian tes saya dengan menanyakan apapun yang berhubungan dengan partai bla bla bla dan sebagainya, paling-paling hanya saya balas dengan kernyitan bingung dan cengengesan yang menandakan kalau saya tidak tahu. Tidak tahu dan tidak mau tahu. Karena toh saya pikir tidak ada gunanya saya peduli. Didengar juga tidak.

Tapi itu saya yang dulu.

Pandangan saya berubah semenjak saya sedikit-sedikit mengenal pasangan nomor 5 kemarin, @FaisalBiem atau Pak Faisal Basri dan Pak Biem Benjamin. Awalnya saya tidak tahu apa-apa mengenai 2 orang ini. Yang saya tahu Pak Biem ialah anak dari aktor kawakan Indonesia, Alm. Benyamin S. Sudah, hanya sebatas itu saja pengetahuan saya. Cetek memang.
Jujur saya bingung, kenapa linimasa twitter saya ramai sekali sih membicarakan pasangan ini, terutama Pandji Pragiwaksono yang memang waktu itu saya follow akun twitternya. Iseng-iseng, saya buka blog Mas Pandji karena memang saya suka sekali membaca blog-blog orang lain.
Mulai dari sini persepsi saya mulai berubah.
Tulisan-tulisan Mas Pandji mengenai pasangan FaisalBiem ini, jujur, menyentuh hati saya. Tulisan itu sederhana, tetapi entah kenapa terasa tulus di hati saya. Dan tulisan Mas Pandji pun menjadi gerbang pengetahuan saya yang lain.
Mulai dari sini saya coba googling siapa itu Pak Faisal dan Pak Biem. Saya baca tulisan-tulisan orang yang sudah mendukung beliau sejak awal di Blog-FaisalBiem, dan puncaknya saat saya menonton video-video program dan testimoni di Youtube Channel FaisalBiem. Dengan media-media ini saja, saya merasa sudah mengenal beliau. Karena apa? Karena saya merasa semua ini dibuat dengan tulus. Jika kita memang pintar, kita bisa membedakan karya mana yang dibuat hanya karena popularitas semata, atau karena tulus ingin menyebarkan kabar baik.

Saya jadi tahu Beliau adalah sosok yang pintar, tetapi tetap sederhana dan rendah hati. Beliau yang berani membuat gebrakan dengan independen. Beliau yang tegas. Beliau yang jujur dan tulus. Beliau yang percaya dengan kekuatan rakyat. Beliau yang peduli dengan pemuda Indonesia. Beliau yang mandiri, tetap berdiri di atas kaki sendiri. Beliau yang ini, beliau yang itu....
Astaga. Kita benar-benar butuh pemimpin yang seperti ini!

Karena Beliau lah saya berani terbuka dengan pikiran saya sendiri. Berani buka suara mengenai pilihan saya dan apa alasannya saya memilih beliau. Saya yang tadinya masa bodo dan mau bersikap netral saja, sekarang menjadi lebih peduli.

Karena Beliau lah, harapan dan kepercayaan saya untuk Jakarta, hidup kembali.

Mungkin kalian yang membaca ini tidak mengerti, kenapa saya mau panjang lebar menulis tentang kekaguman saya pada Beliau, padahal sudah lewat putaran 1 pemilukada, dan Beliau kalah dan ada di urutan keempat dengan persentasa quick count 5%.

Ini semua, karena saya bangga. Sangat sangaaattt bangga, menjadi bagian dari 5% tersebut.
Terserah orang lain mau berkata bahwa tulisan "saya bangga" itu hanyalah sekedar pembelaan dan penghiburan diri.
Kami, para pemilih 5%, merasa sudah jadi pemenang.

FaisalBiem memang kalah di pemilukada, tetapi perjuangan sebelumnya lah yang penting. Beliau sudah berani membuat gebrakan baru dengan tidak peduli pandangan sinis dan pesimis orang-orang di luar sana. Beliau sudah menggerakkan hati para rakyat, terutama pemuda untuk ikut andil dalam membangun kota dan bahkan negara.

Beliau memang kalah kali ini. Tetapi seperti yang Pak Faisal katakan kemarin,
"Kekalahan merupakan kemenangan yang tertunda."
Beliau terima kekalahan dengan tersenyum dan lapang dada. Beliau tetap menyemangati para tim-nya.
Dan Beliau juga berjanji akan tetap melakukan perubahan yang baik di kota ini. Karena dia sangat mencintai kota ini. Negara ini. :')

Terima kasih banyak untuk Pak Faisal dan Pak Biem yang sudah mengajarkan banyak hal kepada saya, dan orang-orang lain di luar sana.
Kami akan selalu percaya pada Bapak. Mendukung Bapak. Berada di belakang Bapak.

Harapan itu, masih ada.
Berdaya bareng-bareng tetap tertanam di hati.
Hidup nomor 5! Hidup 5%!

Dan, Salam Independen!
***

Sunday, July 8, 2012

Jakarta Untuk Warga.


Ditulis oleh Pandji Pragiwaksono


Waktu itu saya masih kelas 1 SMP, masih optimis, penuh semangat, idealis dan tidak punya anggapan buruk pada dunia..
Saya duduk melantai di pinggir lapangan basket, sambil nonton senior senior bermain basket.
Mungkin semalam hujan, soalnya di beberapa area lapangan ada genangan air. Termasuk salah satunya di dekat saya.
Pada satu waktu, bola basketnya memantul dari ring dan jatuh di genangan air dekat saya. Airnya terciprat dan wajah saya kena.
Teman teman saya ketawa, sayapun ketawa, menertawakan kesialan itu..
Senior saya tertawa sambil mengambil bola basket tadi, tapi kemudian bolanya dgn sengaja dipantulkan ke genangan tadi, dan lagi, wajah saya kena cipratan
Kali ini, saya kaget dan sedikit marah karena dia melakukan itu dengan sengaja.
Senior saya, melihat ketidak sukaan di wajah saya langsung berteriak keras, sengaja menarik perhatian teman temannya, “Nggak suka?? Ha? Nantang?”
Tiba tiba saya dikerumuni para senior, dan setelah itu mereka menimpuki tubuh saya dgn sejumlah bola basket
Mungkin 3-4 bola basket ditimpuki berkali kali ke tubuh saya
Saya ingat sekali, ketika terjatuh di lantai sambil melindungi tubuh dari siksaan itu, saya melihat ke sekeliling…
Teman teman saya berdiri dan hanya melihat.. Tidak ada yg membantu..
Takut mungkin, atau tidak peduli..