Halo, Yah.
Sebelumnya, tidak apa kan aku memanggilmu 'Ayah' ? Rasanya panggilan itu terasa lebih nyaman di lidah ini. Dan juga, terasa lebih intim. Ah, aku yakin dirimu juga tidak akan merasa keberatan. Toh kita belum pernah saling memanggil sebelum ini. Aku baru sadar, kalau ini pertama kalinya juga aku mengajakmu berbicara.
Yah...
Untuk kesekian kalinya aku memandangi satu-satunya fotomu yang kupunya . Untuk kesekian kalinya pula aku merasakan sesak yang sama. Apa kabarmu di sana? Meskipun aku tahu pasti ayah selalu baik-baik saja, ingin sekali saja aku mendengar langsung bibirmu yang menjawab.
Iya, Yah. Aku kangen. Kangen sekali.
Sampai sekarang aku masih heran. Bagaimana bisa kita rindu akan sesuatu yang bahkan belum pernah kita lihat sekalipun? Iya, sekalipun.
Berkali-kali aku meminta pada Dia untuk sekali saja mempertemukan kita, meski hanya bisa di dalam mimpi. Apakah Tuhan sudah menyampaikannya ke Ayah? Karena sampai sekarang, dirimu masih belum juga datang...
Kenapa dirimu belum pernah datang? Apakah rindu ini hanya dirasa oleh sepihak?
Ayah tahu tidak? Sudah segudang cerita yang siap tumpah nanti saat aku punya kesempatan berbicara denganmu. Cerita tentang pekerjaanku, impian, sahabat-sahabatku yang menakjubkan, ribut kecil yang selalu saja terjadi antara aku dengan Mama ataupun Kakak, tumpukan koleksi CD dan CD lainnya yang ingin kubeli, kekhawatiranku mengumpulkan uang untuk menonton konser musisi favoritku di negeri sana, dan masih banyak lagi. Siap-siap saja nanti telingamu lelah mendengar segala ocehan panjang lebarku. Hahaha. Iya, anakmu yang satu ini memang cerewet sekali. Sudah turunan kali ya.
Ayah...
Andaikan dirimu tahu, betapa selalu aku merasa iri yang sangat setiap melihat anak perempuan yang sedang berjalan santai dengan ayahnya. Memeluk erat tangan kekar di samping mereka, seakan-akan tidak rela untuk melepasnya. Kadang aku berandai-andai jika dirimu masih ada di sini, apakah kita berdua juga akan seperti itu? Menjadi duo super kompak atau duo yang sering ribut? Mengingat cerita Kakak tentang dirimu yang sangat galak dulu. Ah, rasa-rasanya aku tidak peduli mau segalak apapun dirimu. Karena aku yakin, kamu tetap sosok Ayah paling baik sedunia.
Aku tersadar, aku selalu ingin merasakan bagaimana rasanya dipeluk olehmu.
Entahlah. Aku sudah kehilangan kata-kata. Kangen sekali, Yah. Kangen kangen kangen kangeeeeennnnn luar biasa.
Tidak akan pernah lelah aku berdoa kepada Tuhan untuk menyuruhmu datang menghampiri mimpiku. Tidak akan.
Jadi maukah? Sekali saja? Dirimu mewujudkan pintaku ini?
Sebenarnya aku merasa bodoh menulis surat ini. Menulis surat kepada yang tidak ada. Tapi entah mengapa aku merasa dirimu pasti sedang membaca ini juga. Komyol, mungkin. Tapi biar saja. Rindu memang buta.
Sebentar lagi aku akan memejamkan mata. Menunggu jawabanmu. Tidak apa jika tidak bisa malam ini. Masih ada beribu malam lainnya jika Tuhan mengizinkan. Untuk Ayah, aku sabar menunggu.
Selamat malam, Yah.
Peluk erat,
Anakmu. Yang sedang diserbu jutaan rindu.
Showing posts with label Self Diary. Show all posts
Showing posts with label Self Diary. Show all posts
Friday, September 14, 2012
Thursday, September 6, 2012
Happy Wrinkles, Buddy.
This writing is written as a birthday present for one of my best men. Cheesy alert! Do not read it if you don't like the cheesy-yet-sweety thingy.
----------------------
Louis Bernardus, nama lengkapnya. Kerap kali dipanggil 'Ucup' oleh para teman dan sahabatnya. Jangan tanya sama saya kenapa panggilan yang jauh sekali dari nama aslinya tersebut bisa-bisanya tercipta. Bahkan pertama kalinya saya kenal dengan lelaki ini, saya tahunya ya namanya Ucup.
Pertama kalinya saya berkenalan dengan dirinya... Lupa pastinya kapan. Yang pasti sewaktu itu kami sama-sama masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Tidak, kami tidak satu sekolah. Dikarenakan kami berdua tergabung di suatu komunitas paduan suara yang anggotanya terdiri dari sekolah homogen laki-laki dan sekolah kejuruan pariwisata yang cukup dikenal di Jakarta. Dimulai dari pertemuan di tiap latihan rutin setiap satu minggu sekali, latihan yang makin rutin tiap akan menghadapi lomba ataupun pentas, atau pun hanya sekadar ngumpul-ngalor-ngidul biasa, membuat saya dengan dirinya dan teman-teman yang lain menjadi semakin dekat. Alur pertemuan yang mungkin terkesan biasa saja, tapi bagi saya hal ini sangatlah berharga dan patut untuk dikenang. Bahkan saya tidak bisa berhenti tersenyum saat menulis ini.
Tidak ada yang tahu kenapa saya bisa berteman dekat manusia satu ini. Memang saya, dan satu kawan perempuan lainnya (tidak usah disebutkan lah ya siapa namanya), memang sudah menganggap dirinya sebagai sahabat paling dekat. Catat: Sahabat, sudah bukan teman lagi. Apalagi buat saya yang notabene anaknya tidak mudah berteman dengan orang lain, punya satu sahabat seperti ia pun rasanya penting sekali.
Entah apa yang bisa membuat saya nyaman berteman dengan dirinya. Dilihat dari persamaan, jauh berbeda sekali. Saya orangnya jatuh-cinta-gedubragan sama yang namanya musik dan berusaha untuk selalu update berita musik terkini, lah dia malah bisa nih tidak tahu musisi yang mungkin hitungannya masih masuk mainstream. Saya yang anaknya pemalas dan asal-asalan, bagaikan bumi dan langit dengan dirinya yang rajin, berwawasan luas, dan tertata hidupnya. Saya yang ini, dia yang itu. Saya yang begini, dia yang begitu. Kebanyakan ga nyambung.
Tapi itulah gunanya seorang teman. Saling memperbaiki, mengisi, dan melengkapi.
Satu hal yang selalu saya sukai dan coba ikuti dari dirinya: Sosok yang optimis.
Mau lagi sesusah apapun, sedepresif bagaimanapun, ia selalu berusaha optimis. Mengambil sisi positif dari segala segi kehidupan. Karena itulah, terkadang di titik terendah saya pun, ia selalu bisa membuat saya berusaha bangkit kembali.
Ia juga satu-satunya, manusia yang menganggap mimpi muluk saya bukan merupakan hal yang mustahil, dan pasti akan bisa saya gapai. Bisa memiliki orang yang mempercayai mimpimu, apalagi itu adalah orang terdekatmu, buat saya merupakan berkah yang tidak terhingga.
Karena itu, saya ingin mengucapkan banyak banyak banyak terima kasih untuk dirinya. Terima kasih untuk sudah menjadi sahabat yang baik. Terima kasih untuk telinga yang selalu tersedia untuk mendengarkan. Terima kasih untuk tangan yang selalu sigap membantu untuk bangkit kembali. Terima kasih untuk otak yang kian memberikan segala wawasan baru. Dan, terutama, terima kasih untuk hati yang selalu percaya. Sekali lagi, terima kasih.
Mungkin saya tidak bisa membalas apa yang sudah diberikan. Kali ini, saya hanya bisa menaikkan doa-doa kepada Yang Di Atas, agar di umurnya yang bertambah hari ini hingga hari-hari selanjutnya, Beliau akan memberikan hal-hal yang turut menciptakan seutas senyum di atas wajahnya. Keinginanku hanya satu, dirinya selalu merasa kebahagiaan yang berlimpah.
Semoga kita selalu begini adanya. Walaupun jarak memisahkan (cuma Cibubur-Jakarta sih), kesibukan menghadang, tetapi apa yang ada tetap terjaga.
Sayang sekali dirinya saat ini tidak berada di lingkupan yang sama dengan saya dan teman-teman. Kalau saya dan satu kawan perempuan punya sayap, mungkin kami berdua akan terbang sekarang juga ke tempat dirinya merayakan hari jadinya hari ini. Lumayan, bisa merayakan ulang tahun seorang sahabat ditemani suara alam yang masih kental terasa.
Saya yakin ia pasti senyum-senyum sendiri ataupun malah bergidik geli saat membaca tulisan cheesy ini. Tenang saja, tulisan ini hanya akan saya buat sekali dalam seumur hidup. Demi menghindari hal-hal tidak diinginkan, seperti misal dirinya yang akan terbang melambung tinggi saking senang karena sudah dipuji (berlebihan). Lagian saya juga terpaksa bikin tulisan ini, toh saya ga mungkin ngomong begini manis langsung ke dirinya.
Sekali lagi, selamat menginjak usia sembilan-belas-tahun, kawan! Setahap menuju menjadi seorang dewasa (walaupun menurut saya kawan yang satu ini sudah cukup dewasa).
Saya, dan teman-teman lain, selalu menyertaimu! (iya, mau ngomong 'sayang' tapi ngga deh, tulisan ini sudah cukup cheesy untuk ditambah kata itu lagi)
Pelukerat,tendang,tonjok,
Si huruf C dari ABC (Ucup pasti ngerti lah yaaa)
----------------------
![]() |
Don't mind our expression. This is exactly what teens do nowadays. |
Louis Bernardus, nama lengkapnya. Kerap kali dipanggil 'Ucup' oleh para teman dan sahabatnya. Jangan tanya sama saya kenapa panggilan yang jauh sekali dari nama aslinya tersebut bisa-bisanya tercipta. Bahkan pertama kalinya saya kenal dengan lelaki ini, saya tahunya ya namanya Ucup.
Pertama kalinya saya berkenalan dengan dirinya... Lupa pastinya kapan. Yang pasti sewaktu itu kami sama-sama masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Tidak, kami tidak satu sekolah. Dikarenakan kami berdua tergabung di suatu komunitas paduan suara yang anggotanya terdiri dari sekolah homogen laki-laki dan sekolah kejuruan pariwisata yang cukup dikenal di Jakarta. Dimulai dari pertemuan di tiap latihan rutin setiap satu minggu sekali, latihan yang makin rutin tiap akan menghadapi lomba ataupun pentas, atau pun hanya sekadar ngumpul-ngalor-ngidul biasa, membuat saya dengan dirinya dan teman-teman yang lain menjadi semakin dekat. Alur pertemuan yang mungkin terkesan biasa saja, tapi bagi saya hal ini sangatlah berharga dan patut untuk dikenang. Bahkan saya tidak bisa berhenti tersenyum saat menulis ini.
Tidak ada yang tahu kenapa saya bisa berteman dekat manusia satu ini. Memang saya, dan satu kawan perempuan lainnya (tidak usah disebutkan lah ya siapa namanya), memang sudah menganggap dirinya sebagai sahabat paling dekat. Catat: Sahabat, sudah bukan teman lagi. Apalagi buat saya yang notabene anaknya tidak mudah berteman dengan orang lain, punya satu sahabat seperti ia pun rasanya penting sekali.
Entah apa yang bisa membuat saya nyaman berteman dengan dirinya. Dilihat dari persamaan, jauh berbeda sekali. Saya orangnya jatuh-cinta-gedubragan sama yang namanya musik dan berusaha untuk selalu update berita musik terkini, lah dia malah bisa nih tidak tahu musisi yang mungkin hitungannya masih masuk mainstream. Saya yang anaknya pemalas dan asal-asalan, bagaikan bumi dan langit dengan dirinya yang rajin, berwawasan luas, dan tertata hidupnya. Saya yang ini, dia yang itu. Saya yang begini, dia yang begitu. Kebanyakan ga nyambung.
Tapi itulah gunanya seorang teman. Saling memperbaiki, mengisi, dan melengkapi.
Satu hal yang selalu saya sukai dan coba ikuti dari dirinya: Sosok yang optimis.
Mau lagi sesusah apapun, sedepresif bagaimanapun, ia selalu berusaha optimis. Mengambil sisi positif dari segala segi kehidupan. Karena itulah, terkadang di titik terendah saya pun, ia selalu bisa membuat saya berusaha bangkit kembali.
Ia juga satu-satunya, manusia yang menganggap mimpi muluk saya bukan merupakan hal yang mustahil, dan pasti akan bisa saya gapai. Bisa memiliki orang yang mempercayai mimpimu, apalagi itu adalah orang terdekatmu, buat saya merupakan berkah yang tidak terhingga.
Karena itu, saya ingin mengucapkan banyak banyak banyak terima kasih untuk dirinya. Terima kasih untuk sudah menjadi sahabat yang baik. Terima kasih untuk telinga yang selalu tersedia untuk mendengarkan. Terima kasih untuk tangan yang selalu sigap membantu untuk bangkit kembali. Terima kasih untuk otak yang kian memberikan segala wawasan baru. Dan, terutama, terima kasih untuk hati yang selalu percaya. Sekali lagi, terima kasih.
Mungkin saya tidak bisa membalas apa yang sudah diberikan. Kali ini, saya hanya bisa menaikkan doa-doa kepada Yang Di Atas, agar di umurnya yang bertambah hari ini hingga hari-hari selanjutnya, Beliau akan memberikan hal-hal yang turut menciptakan seutas senyum di atas wajahnya. Keinginanku hanya satu, dirinya selalu merasa kebahagiaan yang berlimpah.
Semoga kita selalu begini adanya. Walaupun jarak memisahkan (cuma Cibubur-Jakarta sih), kesibukan menghadang, tetapi apa yang ada tetap terjaga.
Sayang sekali dirinya saat ini tidak berada di lingkupan yang sama dengan saya dan teman-teman. Kalau saya dan satu kawan perempuan punya sayap, mungkin kami berdua akan terbang sekarang juga ke tempat dirinya merayakan hari jadinya hari ini. Lumayan, bisa merayakan ulang tahun seorang sahabat ditemani suara alam yang masih kental terasa.
Saya yakin ia pasti senyum-senyum sendiri ataupun malah bergidik geli saat membaca tulisan cheesy ini. Tenang saja, tulisan ini hanya akan saya buat sekali dalam seumur hidup. Demi menghindari hal-hal tidak diinginkan, seperti misal dirinya yang akan terbang melambung tinggi saking senang karena sudah dipuji (berlebihan). Lagian saya juga terpaksa bikin tulisan ini, toh saya ga mungkin ngomong begini manis langsung ke dirinya.
Sekali lagi, selamat menginjak usia sembilan-belas-tahun, kawan! Setahap menuju menjadi seorang dewasa (walaupun menurut saya kawan yang satu ini sudah cukup dewasa).
Saya, dan teman-teman lain, selalu menyertaimu! (iya, mau ngomong 'sayang' tapi ngga deh, tulisan ini sudah cukup cheesy untuk ditambah kata itu lagi)
Pelukerat,tendang,tonjok,
Si huruf C dari ABC (Ucup pasti ngerti lah yaaa)
***
"Dear, my 2 (most) favourite bands..."
![]() |
The Trees And The Wild, ESPOSE 2012, Bandung |
![]() |
Sigur Rós, SF Outside Lands 2012 |
Still can't believe I will see you both at one event. On the same stage.
I think I'm going to cry. Cry in my happiness. (No, I'm not overacting. This is real. You guys just don't understand how much I adore their music.)
It's gonna be a spiritual journey while watching your music LIVE at the same time.
I am so excited! See you on 25th November 2012 at Urbanscapes Festival !
With teary eyed,
Your hardcore admirer.
Wednesday, July 25, 2012
My Dream Job Would Be : Music Journalist
Saya baru aja ikutan project dari salah satu blogger Indonesia kesukaan saya, Ka Rahne Putri. Waktu itu di post Tumblr Ka Rahne ini, dia memberitahu bahwa dia dan temannya membuat suatu blog project, yaitu In Parallel Universe. Di sini kita bisa submit tulisan kita mengenai pekerjaan sederhana yang kita impikan tanpa memikirkan imbalan yang kita dapatkan.
Untuk mimpi saya sendiri, saya memilih menjadi Jurnalis Musik.
Kenapa?
Sesederhana karena saya sangat amat mencintai musik. Rasanya, musik itu sudah menjadi 90% bagian dari hidup saya. Mendengarkan musik sudah menjadi kewajiban di sela tiap aktivitas padat saya. Menonton langsung para musisi favorit berekspresi di atas panggung sudah menjadi kebutuhan saya (tentu saja jika didukung oleh keadaan finansial saat itu).
Dan, mengapa harus jurnalis? Karena saya lebih menikmati bekerja di belakang layar, tidak terekspos. Cukup menulis suatu resensi musik, dan melihat ada nama saya tercantum di atas kertas sebagai penulis, itu sudah menjadi kebahagian luar biasa tersendiri.
Sesederhana karena musik membuat saya bebas. Dan saya ingin bekerja untuk sesuatu yang saya cintai.
Berikut tulisan yang tadi saya coba masukkan di Tumblr tersebut.
Untuk mimpi saya sendiri, saya memilih menjadi Jurnalis Musik.
Kenapa?
Sesederhana karena saya sangat amat mencintai musik. Rasanya, musik itu sudah menjadi 90% bagian dari hidup saya. Mendengarkan musik sudah menjadi kewajiban di sela tiap aktivitas padat saya. Menonton langsung para musisi favorit berekspresi di atas panggung sudah menjadi kebutuhan saya (tentu saja jika didukung oleh keadaan finansial saat itu).
Dan, mengapa harus jurnalis? Karena saya lebih menikmati bekerja di belakang layar, tidak terekspos. Cukup menulis suatu resensi musik, dan melihat ada nama saya tercantum di atas kertas sebagai penulis, itu sudah menjadi kebahagian luar biasa tersendiri.
Sesederhana karena musik membuat saya bebas. Dan saya ingin bekerja untuk sesuatu yang saya cintai.
Berikut tulisan yang tadi saya coba masukkan di Tumblr tersebut.
Di #DuniaParalel, saya ingin menjadi seorang jurnalis musik. Musik yang merupakan hal yang paling saya cintai di dunia ini.
Tetapi saya lebih ingin bekerja di belakang layar musik itu sendiri, tidak perlu menjadi pelakon di atas panggung.
Meliput sebuah konser musik, mengabadikan ekspresi lepas nan indah para musisi yang terlihat letih namun bebas di atas panggung, lalu membagikan pengalaman tidak terlupakan itu di atas tulisan-tulisan yang akan dibaca oleh dunia luar.
Mewawancara para musisi, mengetahui seluk beluk kehidupan musik mereka, lalu menuliskan kembali perjalanan tersebut untuk dilihat oleh orang banyak.
Menuliskan resensi seorang musisi, album musik dan lain sebagainya, untuk memberi tahukan orang di luar sana keindahan musik yang ada dan sedang terjadi.
Tidak penting seberapa besar uang yang didapatkan. Bekerja di belakang layar, memberi pengetahuan kepada dunia luar, bisa melakukan apa yang dicinta. Itu sudah sangat lebih dari cukup.
Terus berdoa, dan berusaha.
Semoga saja, suatu saat, ada jalan yang membuat saya dapat meraih mimpi ini.
***
Untuk yang ingin ikut berbagi mimpi, silahkan jelajahi Tempat Ini :)
Thursday, July 12, 2012
One Day.
Sunday, May 20, 2012
Percakapan Rindu.
Bila waktu berlalu
Dan suara tak lagi juga bergema
Terima kasih itu tetap ada
Semua jalan pasti berujung
Dan matahari tenggelam diatasnya
Kasih itu tetap ada
Berbicaralah kalau perlu berbicara
Bernyanyilah kalau perlu bernyanyi
Berjalanlah kalau perlu berjalan
Terbanglah kalau perlu terbang
Kata hati perlu dijaga
Hingga akan tetap ada
Walau hilang tapi tak tertelan bumi
Terima kasih,
Ibu Grace
(Puisi yang dibuat oleh Ibu Grace untuk diberikan ke seluruh keluarga di sekolah, saat sebelum dia meninggalkan kita.)
Yes, it is you.
You only know what I want you to
I know everything you don't want me to
Oh your mouth is poison, your mouth is wine
You think your dreams are the same as mine
Oh I don't love you but I always will
Oh I don't love you but I always will
Oh I don't love you but I always will
I always will
I wish you'd hold me when I turn my back
The less I give, the more I get back
Oh your hands can heal, your hands can bruise
I don't have a choice but I'd still choose you
Oh I don't love you but I always will
I always will.
I know everything you don't want me to
Oh your mouth is poison, your mouth is wine
You think your dreams are the same as mine
Oh I don't love you but I always will
Oh I don't love you but I always will
Oh I don't love you but I always will
I always will
I wish you'd hold me when I turn my back
The less I give, the more I get back
Oh your hands can heal, your hands can bruise
I don't have a choice but I'd still choose you
Oh I don't love you but I always will
I always will.
('Poison and Wine' by The Civil Wars)
Goodbye, 'Comfort' Zone.
Saya keluar dari zona 'nyaman' saya. Akhirnya.
Nyaman dengan tanda kutip. Karena sebenarnya saya tidak pernah merasa nyaman di zona tersebut. Yang ada merasa terkungkung. Terjerat. Terikat. Tidak bahagia.
Tapi apa boleh buat jika sejak awal saya sudah dipersiapkan, dibentuk, diarahkan, untuk tinggal dalam zona tersebut.
Ya, saya dari awal memang dimasukkan ke institut pendidikan kejuruan pariwisata. Dimana kalian pasti tahu kerjaan yang pasti untuk bidang ini. Agen perjalanan dan segala kawanannya itu.
Dan apakah saya menyenangi hal ini? Tidak sama sekali.
Kalian semua pasti menyalahkan dan menganggap saya bodoh kenapa mau menjalani hal yang tidak disukai bertahun-tahun. Ya kan?
Jawabannya: Bukan diri ini yang menginginkan. Saya tidak bodoh. Saya hanya terlalu pengecut untuk memperjuangkan apa yang dirasa oleh hati ini. Kalah oleh keadaan, perintah, dan beban yang dilimpah ke pundak saya.
Tapi, saya tidak pernah menyesal. Karena saya selalu percaya dengan pepatah lama:
"Semua Indah Pada Waktunya".
Dan lihat sekarang? Akhirnya saya bisa terbebas juga.
Layaknya seekor burung yang akhirnya dapat kembali terbang bebas setelah lepas dari jeratan kawat berduri.
Walaupun tertatih-tatih, tetapi yang penting bahagia.
Sekarang saya terjun ke dunia yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pendidikan dan kemampuan saya. Hanya melakoni peran di belakang layar, tetapi rasanya rasa bahagia ini membuncah di dalam dada.
Akhirnya. Dunia yang saya cintai sepenuh hati semenjak dulu, sampai sekarang, hingga nanti tidak terujung.
Keterbatasan talenta atau apapun tidak akan saya biarkan menghalangi mimpi saya kali ini.
Peran apapun akan saya lakoni. Segalanya akan saya korbankan. Demi bisa selalu menjalani dunia yang saya cintai.
Akhirnya...
Akhirnya.....
Akhirnya..........
Semoga kali ini saya tidak akan merasakan penyesalan lagi dan lagi.
Terima kasih banyak, Tuhan. Terima kasih.
Nyaman dengan tanda kutip. Karena sebenarnya saya tidak pernah merasa nyaman di zona tersebut. Yang ada merasa terkungkung. Terjerat. Terikat. Tidak bahagia.
Tapi apa boleh buat jika sejak awal saya sudah dipersiapkan, dibentuk, diarahkan, untuk tinggal dalam zona tersebut.
Ya, saya dari awal memang dimasukkan ke institut pendidikan kejuruan pariwisata. Dimana kalian pasti tahu kerjaan yang pasti untuk bidang ini. Agen perjalanan dan segala kawanannya itu.
Dan apakah saya menyenangi hal ini? Tidak sama sekali.
Kalian semua pasti menyalahkan dan menganggap saya bodoh kenapa mau menjalani hal yang tidak disukai bertahun-tahun. Ya kan?
Jawabannya: Bukan diri ini yang menginginkan. Saya tidak bodoh. Saya hanya terlalu pengecut untuk memperjuangkan apa yang dirasa oleh hati ini. Kalah oleh keadaan, perintah, dan beban yang dilimpah ke pundak saya.
Tapi, saya tidak pernah menyesal. Karena saya selalu percaya dengan pepatah lama:
"Semua Indah Pada Waktunya".
Dan lihat sekarang? Akhirnya saya bisa terbebas juga.
Layaknya seekor burung yang akhirnya dapat kembali terbang bebas setelah lepas dari jeratan kawat berduri.
Walaupun tertatih-tatih, tetapi yang penting bahagia.
Sekarang saya terjun ke dunia yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pendidikan dan kemampuan saya. Hanya melakoni peran di belakang layar, tetapi rasanya rasa bahagia ini membuncah di dalam dada.
Akhirnya. Dunia yang saya cintai sepenuh hati semenjak dulu, sampai sekarang, hingga nanti tidak terujung.
Keterbatasan talenta atau apapun tidak akan saya biarkan menghalangi mimpi saya kali ini.
Peran apapun akan saya lakoni. Segalanya akan saya korbankan. Demi bisa selalu menjalani dunia yang saya cintai.
Akhirnya...
Akhirnya.....
Akhirnya..........
Semoga kali ini saya tidak akan merasakan penyesalan lagi dan lagi.
Terima kasih banyak, Tuhan. Terima kasih.
Sunday, May 13, 2012
sangatlah menyenangkan.
saat masih ada yang percaya dengan mimpi-mimpi yang diri ini impikan dari dulu secara sembunyi-sembunyi, dimana yang lain menganggap ini mustahil bahkan terkesan bodoh.
mungkin dirimu tidak tahu betapa pengakuan itu sangatlah berarti bagi diri ini.
rasanya ucapan berjuta terima kasih tidak akan bisa sebanding dengan yang sudah diberikan.
***
saat masih ada yang percaya dengan mimpi-mimpi yang diri ini impikan dari dulu secara sembunyi-sembunyi, dimana yang lain menganggap ini mustahil bahkan terkesan bodoh.
mungkin dirimu tidak tahu betapa pengakuan itu sangatlah berarti bagi diri ini.
rasanya ucapan berjuta terima kasih tidak akan bisa sebanding dengan yang sudah diberikan.
***
Saturday, May 5, 2012
Ingin merengkuh apa yang dirasa paling berarti. Tetapi apa daya otak ini terus-terusan melarang, menghadang, sekeras mungkin.
Hati ini rindu.
Rindu ingin melihat senyuman terindah, mendengar setiap kata-kata sarkastik (yang terdengar merdu) yang diucapkan, menyentuh tangan yang selalu senantiasa menghibur.
Rindu ini. Rindu itu. Rindu semuanya.
Tapi sekarang, ke mana semuanya itu?
Bahkan memandang sepenuh hati dari kejauhan pun sudah tak bisa.
Andaikan sang akibat tidak perlu dikaji ulang.
Akan kupatahkan rasa rindu ini menjadi perlakuan yang riil.
Andaikan dirimu tahu itu.
Betapa aku. Sangat. Rindu.
Sunday, April 15, 2012
You Know It is True.
"It's funny how in the end, you always go back, to the ones that have been there from the very beginning."
- Unknown -
Jarak memisahkan.
Menjadikan pertemuan sesuatu hal yang langka.
Kesibukan menghadang.
Membuat konversasi selalu berakhir menggantung.
Tetapi,
Terima kasih karena kamu selalu ada di sana.
Selalu siap untuk mendengarkan.
Selalu siap untuk menghibur.
Kapanpun dibutuhkan, walaupun tak diminta.
Benar-benar sejuta terima kasih.
Wednesday, April 11, 2012
Real Role Model.
"Siapa tokoh atau figur yang menginspirasi kamu?"
Setiap kali saya mendengar pertanyaan yang sama atau mirip dengan di atas, otomatis akan banyak gambaran wajah public figure/orang-orang terkenal yang saya kagumi bermunculan di otak saya.
Dari Aristoteles, Bapak Presiden Indonesia yang Kedua, Ibu Emansipasi Wanita, Penyanyi Opera Andalan, Musisi dari Grup Musik Kesayangan, dan lain-lainnya masih banyak lagi. Ya, begitu banyak manusia-manusia hebat di luar sana yang menginspirasi saya.
Tetapi kali ini berbeda. Nama orang ini ikut bermunculan di dalam pikiran saat saya membaca pertanyaan tersebut. Dan nama ini bertahan begitu lama di dalam sana, sampai sampai saya tidak sabar pulang ke rumah hanya untuk menulis tentang dirinya.
Dirinya yang bukan orang terkenal, hanyalah orang biasa. Tetapi keberadaannya selalu dekat dengan hati saya.
Dengan lantang dan bangga saya ceritakan.
Anak ketiga dari keluarga Ibu saya, orang ketiga dari empat bersaudara. Singkatnya, salah satu tante saya.
Anak ketiga dari keluarga Ibu saya, orang ketiga dari empat bersaudara. Singkatnya, salah satu tante saya.
Tidak banyak orang mengenal dirinya. Yah, karena dia hanyalah orang biasa. Tetapi saya mengakui bahwa saya bangga mempunyai kesempatan untuk bisa mengenal beliau dan masuk ke dalam kehidupannya.
Sosok beliau yang begitu tegar dan selalu bersemangat dan tidak setengah-setengah dalam menjalani hidup inilah yang benar-benar menginspirasi saya.
Dari kehidupannya saat masih kecil, dimana keluarga ini memang bukan dari kalangan yang berada. Beliau dan saudara-saudaranya yang lain selalu menyempatkan waktu untuk membantu kakek-nenek saya dengan berjualan es mambo sebelum pergi ke sekolah, di kantin sekolah, dan sepulang dari sekolah. Mau panas ataupun hujan. aktivitas ini harus dijalani jika mereka ingin memiliki sedikit uang saku.
Dan aktivitas ini pun berlanjut, berlanjut, bertambah, hingga beliau menyelesaikan sekolah tingkat SMP.
Kehidupan SMA nya pun menurut saya juga termasuk hebat. Beliau berhasil masuk ke salah satu SMA negeri unggulan di Jakarta dengan nilai yang memuaskan. Yang kalau saya pikir-pikir, bagaimana cara beliau menyempatkan diri untuk belajar di sela-sela waktu sibuknya membantu kakek-nenek saya?
Dan yang membuat saya tercengang, sudah masuk SMA unggulan ini pun, beliau diminta seseorang kepala sekolah dari salah satu SMA negeri unggulan di Jakarta lainnya untuk pindah ke sekolah pimpinannya dikarenakan kemampuan bermain bola basket beliau yang bisa dibilang hebat. Dan kepindahannya ini dijamin tanpa biaya asalkan beliau dapat memperkuat tim SMA baru ini dimana memang terkenal dengan tim basket terbaiknya.
Tetapi yang membuat saya salut ialah, Kakek saya yang memang bertabiat keras, tidak mau membantu proses kepindahan sekolah anaknya ini, dan membiarkan anaknya untuk mandiri mengurusi ini itu, karena Kakek saya beranggapan jika ini pilihan yang dipilih maka anaknya harus bertanggung jawab untuk menjalani pilihannya.
Dan, hasilnya? Prestasi tante saya meningkat di sekolah barunya, dan bisa membawa tim basket sekolahnya memenangkan beberapa kejuaraan olahraga.
Beliau benar-benar menjalani kehidupan pendidikannya dengan baik demi mencapai mimpinya. Dan dari sini saya bisa terinspirasi oleh sikap-sikap beliau untuk selalu melakukan segala hal dengan sungguh-sungguh, bertanggung jawab, dan tidak setengah-setengah demi mendapatkan hasil yang maksimal pula.
Belum lagi dari kehidupan pekerjaan beliau. Untuk mencapai tingkat yang ia miliki sekarang tentu bukanlah hal mudah dan harus melalui proses yang keras pula.
Dari awal pertama ia bekerja, dimana bisa dibilang ia dipekerjakan layaknya 'babu' oleh atasan tertingginya. Diberi pekerjaan menumpuk yang mengharuskan beliau pulang tengah malam/pagi dari kantor. Belum lagi remehan yang selalu dilontarkan oleh atasannya walaupun setiap kali beliau menghasilkan hasil pekerjaan yang memuaskan dan membawa hasil baik untuk perusahaannya. Dan tekanan berat itupun tidak sebanding dengan nominal pendapatan yang beliau terima setiap akhir bulan.
Bagaimana perjuangan beliau untuk pergi ke kantor dalam keadaan hamil anak pertamanya saat itu. Berdesak-desakkan di kereta dan bus kota. Juga tekanan mental yang didapatkan dari pihak keluarga, dimana suaminya pada saat itu tidak mensupport beliau malahan meremehkan dan menjatuhkan harga diri beliau.
Ditambah pula masalah besar yang timbul di keluarga kecilnya, dimana suami mulai meninggalkan istri dan anak-anaknya, dan kembali ke tabiat buruknya yang lama.
Dan di sini saya mulai melihat, betapa kuatnya perasaan yang beliau miliki.
Dimana beliau tetap berusaha sekuat mungkin mempertahankan keluarganya demi janji dan sumpah yang telah ia ucapkan pada Yang Di Atas pada saat menjalin pernikahan, demi anak-anak yang dia cintai sepenuh hati, demi nama baik keluarga yang dia hormati seumur hidup, meskipun bayarannya ialah perasaannya sendiri.
Di sini saya melihat betapa, betapa, betapa kuatnya sosok seorang wanita ini.
Mampu mengorbankan dirinya sendiri demi menjaga keutuhan sesuatu yang ia miliki. Juga masih adanya takut akan Tuhan atas perpisahan yang dilakukan secara duniwai, dimana sekarang maraknya perceraian-peceraian yang terjadi karena pernikahan tidak dianggap lagi menjadi sesuatu hal yang sakral.
Beliau tetap teguh akan pendiriannya. Tetap berjalan di jalannya.
Walaupun pada akhirnya ia terpaksa melepaskan itu semua, melepaskan keutuhan keluarga kecilnya, sampai sekarangpun ia masih tetap sabar dan tegar dalam menghadapi apa yang menimpa kehidupannya.
Tetap menjalani hidup dengan sungguh-sungguh. Demi anak-anaknya. Demi keluarga besarnya.
Dan sekarang? Semesta pun menjawab. Tuhan dengan adil memberikan hasil.
Kesuksesan dan kehidupan yang ia miliki sekarang benar-benar menjadi bayaran itu semua.
Dimana beliau menjadi orang 'terkenal' di bidang pekerjaan yang dijalaninya sekarang. Dicari-cari banyak orang untuk ikut andil dalam perusahaan-perusahaan mereka.
Beliau dapat menyekolahkan anak-anaknya dengan pendidikan yang terbaik, membantu keluarga pokoknya dalam hal moral dan materi, semua itu benar-benar hasil keteguhan yang saya lihat selama ini.
Sejak saat itu saya mempunyai tekad. Mempunyai tekad untuk memiliki keteguhan hati yang sama, bahkan lebih daripada beliau.
Sehingga saya dapat menjalani hidup ini, mengejar mimpi-mimpi yang saya miliki, dan mencapai hasil yang maksimal.
Mungkin bagi orang lain, masih banyak orang di luar sana yang jauh lebih hebat dari Tante saya.
Tetapi bagi saya, Beliau lah yang telah memenangkan hati saya. Beliaulah yang paling hebat.
Terima kasih, Tante. Atas inspirasi-inspirasi yang telah kau berikan.
Dari sang keponakan, yang mengagumimu sepenuh hati. :)
Saturday, April 7, 2012
What's the good in 'Goodbye'
Saya akhirnya mengerti, perpisahan bukanlah hal yang harus diratapi, melainkan seharusnya disyukuri.
Dari perpisahan ini saya belajar sesuatu:
Saya belajar untuk melepaskan apa yang hidup saya rasa terbiasa.
Mungkin tidak akan ada lagi malam minggu yang kami lewatkan bersama. Yang akan ada sekarang ialah ratusan malam minggu yang akan saya lewatkan tanpa dirinya.
Mungkin tidak akan ada lagi panggilan tengah malam darinya yang ingin sekedar menghabiskan limit telepon ataupun bertukar pikiran remeh-temeh/serius. Yang akan ada sekarang hanyalah percakapan melalui dunia maya.
Mungkin tidak akan ada lagi kegiatan berkualitas ataupun sebaliknya yang biasanya kami lakukan bersama.
Mungkin tidak akan ada lagi ini. Tidak akan ada lagi itu.
.....
Saya baru menyadari, betapa besarnya dampak kehadiran satu orang saja, di kehidupan kita.
Saking besarnya, yang dirasa hanyalah rasa kehilangan yang sangat saat kita harus melepaskan kehadiran orang tersebut.
Tetapi bukan begitukah hidup? Kita harus sudah siap sedia saat mengalami perjumpaan, karena pada akhirnya pasti akan ada perpisahan yang menagih janji untuk dihadapi.
Tetapi tentu saja perpisahan bukanlah akhir dari segalanya.
Justru dari perpisahan ini, sudah ada perjumpaan-perjumpaan lainnya yang menanti.
Maka dari itu, saya harus belajar untuk sabar. Dan berani keluar dari zona aman yang saya tempati pada saat belum mengalami perpisahan.
Keluar dari zona aman tanpa harus kehilangan dirinya sama sekali.
Mulai mengadaptasikan diri melakukan hal-hal yang baru.
Dan tentu saja mengejar sesuatu yang sudah menjadi target kami berdua masing-masing.
-----------------------------------------------
Selamat berjuang sahabatku di sana.
Selamat menjalani dan melanjutkan perjalanan salah satu dari mimpimu yang akhirnya menjadi kenyataan.
Dirimu tahu, banyak orang terdekatmu yang merasa sangat bangga atas apa yang telah kamu capai.
Dan kami, saya pun percaya, kamu bisa menjadi lebih hebat di sana.
Sampai berjumpa di lain kesempatan, Sahabat.
Di sinipun saya akan mempersiapkan diri untuk menepati janji yang kita ucapkan secara sadar ataupun tidak sadar, sambil menanti kesempatan bertemu itu datang.
Untuk Sahabat terbaik kami, Carlo Cassidy Kartawinata, yang sedang merajut benang mimpinya di negeri sana.
Dari perpisahan ini saya belajar sesuatu:
Saya belajar untuk melepaskan apa yang hidup saya rasa terbiasa.
Mungkin tidak akan ada lagi malam minggu yang kami lewatkan bersama. Yang akan ada sekarang ialah ratusan malam minggu yang akan saya lewatkan tanpa dirinya.
Mungkin tidak akan ada lagi panggilan tengah malam darinya yang ingin sekedar menghabiskan limit telepon ataupun bertukar pikiran remeh-temeh/serius. Yang akan ada sekarang hanyalah percakapan melalui dunia maya.
Mungkin tidak akan ada lagi kegiatan berkualitas ataupun sebaliknya yang biasanya kami lakukan bersama.
Mungkin tidak akan ada lagi ini. Tidak akan ada lagi itu.
.....
Saya baru menyadari, betapa besarnya dampak kehadiran satu orang saja, di kehidupan kita.
Saking besarnya, yang dirasa hanyalah rasa kehilangan yang sangat saat kita harus melepaskan kehadiran orang tersebut.
Tetapi bukan begitukah hidup? Kita harus sudah siap sedia saat mengalami perjumpaan, karena pada akhirnya pasti akan ada perpisahan yang menagih janji untuk dihadapi.
Tetapi tentu saja perpisahan bukanlah akhir dari segalanya.
Justru dari perpisahan ini, sudah ada perjumpaan-perjumpaan lainnya yang menanti.
Maka dari itu, saya harus belajar untuk sabar. Dan berani keluar dari zona aman yang saya tempati pada saat belum mengalami perpisahan.
Keluar dari zona aman tanpa harus kehilangan dirinya sama sekali.
Mulai mengadaptasikan diri melakukan hal-hal yang baru.
Dan tentu saja mengejar sesuatu yang sudah menjadi target kami berdua masing-masing.
-----------------------------------------------
Selamat berjuang sahabatku di sana.
Selamat menjalani dan melanjutkan perjalanan salah satu dari mimpimu yang akhirnya menjadi kenyataan.
Dirimu tahu, banyak orang terdekatmu yang merasa sangat bangga atas apa yang telah kamu capai.
Dan kami, saya pun percaya, kamu bisa menjadi lebih hebat di sana.
Sampai berjumpa di lain kesempatan, Sahabat.
Di sinipun saya akan mempersiapkan diri untuk menepati janji yang kita ucapkan secara sadar ataupun tidak sadar, sambil menanti kesempatan bertemu itu datang.
Untuk Sahabat terbaik kami, Carlo Cassidy Kartawinata, yang sedang merajut benang mimpinya di negeri sana.
We all have missed you already, dude. I have missed you.
Cheerio!
Subscribe to:
Posts (Atom)