Friday, September 28, 2012

30 Detik yang Abadi.

Courtesy: www.thirtysecondstomars.com
Rasanya merinding setiap saya memutar kembali memori tanggal 22 Juli 2012 di Pantai Karnaval Ancol pada saat itu. Pertama kalinya saya menyaksikan secara langsung penampilan 30 Seconds To Mars di atas panggung Indonesia. Dan menurut saya, inilah salah satu kenangan konser terbaik yang saya miliki.

Saya bukan penggemar berat musik rock/alternative rock/progressive rock atau apalah itu yang mereka sebut genre dari lagu-lagu 30 Seconds To Mars. Sedikit sekali jenis musik seperti ini yang bisa bersahabat dengan telinga saya. Tetapi saat masih duduk di bangku SMP, pertama kalinya saya melihat video klip lagu yang termasuk membuat besar nama mereka, “The Kill”, saat itu juga saya langsung jatuh cinta dengan mereka. Bukan karena tampan wajah dari sang vokalis, Jared Leto (karena banyak sekali wanita kepincut dengan band ini dikarenakan alasan fisik sang vokalis). Tetapi lebih karena musik dan video mereka, yang entah kenapa selalu membawa suatu semangat tersendiri buat saya. Mungkin karena dulu saya masih agak-agak “emo” kali ya. Ehehehe.

Sejak saat itulah saya mulai menekuni lagu-lagu band yang sekarang beranggotakan tiga orang ini.

Dan ketika mengetahui bahwa mereka adalah salah satu line-up besar di Java Rockin’Land 2011, rasanya nafas saya habis selama 30 detik itu juga. Saya harus nonton, pikir saya waktu itu. Mau bagaimanapun caranya, saya harus nonton.

Apapun saya korbankanlah waktu itu. Uang yang pas-pasan dimana anak baru lulus sekolah ga pegang uang banyak dan akhirnya saya habiskan untuk membeli tiket, juga merelakan gaji dipotong demi mendapat izin tidak masuk kantor dikarenakan saat itu belum dapat jatah cuti karena baru 2 bulan bekerja. Banyak yang bilang saya bodoh dan buang-buang uang pada saat itu. Tapi, peduli apalah. Kita tidak pernah tahu kan apakah nantinya ada kesempatan kedua yang datang. Saya tidak mau menyesal nantinya karena tidak bisa nonton musisi kesukaan saya seumur hidup.

Lagipula, it is all worth it for music. (Prinsip aneh buatan sendiri yang masih saya pegang teguh sampai saat ini).

Dan benar, saya tidak menyesal sama sekali mengorbankan ini itu untuk menonton mereka.
Jared Leto, Shannon Leto, dan Tomo Milicevic benar-benar tampil sangat maksimal dan memuaskan pada malam itu. Bulu kuduk saya otomatis berdiri sewaktu lighting panggung dimatikan lalu lagu pertama yang menjadi intro konser pada malam itu, “Escape” mulai berkumandang. Highlight of that moment: waktu semua penonton serentak bernyanyi pada bagian lirik “THIS IS WAAAARRRR!” sambil mengepalkan tangan ke atas. Gila. Parah. Merinding. Saya sampai ga tahu lagi mau nulis apa buat menunjukkan bagaimana perasaan saya pada saat itu. Ini baru lagu pertama lho.

Belum selesai saya dibuat merinding, saya langsung mendengar suara musik yang sangat familiar di kuping saya. Sesaat itu juga gebukan drum yang sudah saya hapal sekali mulai menggebrak masuk. Ya, lagu kedua, “A Beautiful Lie”. Koor penonton pun membahana sepanjang lagu. Tampilan music video lagu tersebut di layar panggung, yang diambil di daerah Arctic (kalau ga salah) juga menambah indah situasi saat itu.

Satu kesimpulan yang sudah bisa saya ambil pada saat itu: musik mereka ga jauh beda dengan dari yang di dalam recording. Bahkan jauh lebih baik. Terutama Jared Leto, kekuatan suaranya benar-benar memukau saya.

Lagu-lagu berikutnya pun digeber secara kencang oleh trio ini. “Attack”, “Search and Destroy”, semua orang ikut bernyanyi sepanjang lagu-lagu tersebut. Ah ya, dan di lagu “Search and Destroy”, Jared memberhentikan lagu di tengah dan menunjuk satu penonton untuk naik ke atas panggung. Lucunya, naik satu perempuan yang sepertinya bukan orang yang ditunjuk. Dan respon Jared adalah, “No. Get the fuck out there”. Hahaha! Inilah, Jared Leto yang dikenal ‘galak’! Barulah setelah itu naik orang yang benar. Ia diminta untuk berteriak menyapa “Hello Indonesia!!!”. Setelah itu barulah lagu dilanjutkan kembali hingga selesai dengan klimaks.

Daaann…berkumandanglah track favorit saya di album terakhir mereka. “This is War”, yang (untungnya) tetap digabungkan dengan “100 Suns”, sama persis dengan yang ada di dalam album.

”A warning to the people,
The good and the evil,
This is war.”

“I believe in nothing
Not the end and not the start
I believe in nothing
Not the earth and not the stars..”

Bagi saya, lirik kedua lagu tersebut seperti mempunyai arti tersendiri. Seperti sama-sama mengajak kita untuk berhati-hati dan berperang dalam hidup sendiri, baik untuk kita orang yang (merasa) baik, ataupun jahat. Eh tapi, itu menurut saya sih.
Baru saja dibuat merenung sedikit di karya ‘seratus matahari’, penonton langsung digeber kembali dengan salah satu anthem dari album This Is War mereka, yaitu “Vox Populi”. Lagu yang pada aslinya merupakan kerja sama antara Echelon (sebutan pecinta 30 Seconds To Mars) dengan sang band pun, berhasil membuat koor penonton kembali membahana, mengisi bagian para Echelon terpilih. “This is a call to arms! Gather soldiers! Time to go to war!”. Asli, saya berasa diajak ikut perang saat itu juga pada saat semua bernyanyi bersama. Dan seperti biasa, bulu kuduk berdiri,

Lagu pengantar perang pun selesai. Seluruh personil masuk ke backstage, meninggalkan sang drummer yakni Shannon Leto sendiri di atas panggung. Ia mengambil gitar, lalu memainkan musikal ”L490” dengan indah. Kali ini saya memejamkan mata untuk menikmati apa yang ada. Saat itu juga, saya merasa sangat syahdu. Pengalaman ini terlalu indah untuk dirasa.

Masih ingin memanjakan para penggemar, Jared pun muncul dan mengambil gitar menggantikan posisi sang kakak. Dengan menyenangkan ia berturut-turut membawakan ”From Yesterday”, ”Alibi”, dan ”The Kill” secara akustik. Saya yang kebetulan berdiri di tengah depan pagar pembatas panggung pas di depan Jared, dengan lelah menyandarkan tangan dan kepala saya di pagar sambil menikmati suara indah Jared di depan muka saya.

Saya perlu bilang lagi ga, kalau koor penonton juga membahana di 3 lagu akustik tersebut?

Dan saya menyempatkan diri memperhatikan keadaan sekitar mumpung lagu yang dibawakan lagi tenang. Lihat ke kiri, belakang, kanan...

Astaga.
Lautan manusia.
Baru kali ini melihat penonton sebanyak itu.
Seperti biasa, saya merinding.

Untungnya pentas akustik ini segera selesai, karena badan saya yang sebenarnya sudah kelewat lemas dan lelah dikarenakan digencet sana-sini sama banyak orang, butuh bergerak-loncat-jejingkrakan lebih banyak agar rasa lelah tidak terlalu dirasa.

”Hurricane” pun lalu digempur oleh ketiga-manusia-yang-sudah-berumur-tapi-tetap-energik ini. Dan dilanjutkan oleh ”Closer To The Edge” yang asli, keren parah. Jared Leto muncul dengan memakai bendera merah-putih yang besar. Berlari dari ujung panggung ke ujung lainnya dengan bendera Indonesia di pundaknya. Entah kenapa hati saya berdesir melihatnya. Terselip rasa haru dan bangga tersendiri melihat musisi kesayangan kalian menaruh respek terhadap negara kalian. Di lagu ini pun Jared kembali mengajak salah satu penonton lelaki untuk naik ke atas panggung dan bernyanyi bersama. ”Closer to the edge... NO! NO! NO! NO!” terus diulang berkali-kali walaupun alat musik sudah berhenti dimainkan. Bayangkan sajalah, kamu dan ribuan orang bernyanyi—berteriak di tempat yang sama sambil mengepalkan tangan kencang-kencang ke langit. Bahagia membuncah di dada rasanya. Ini serius, ga berlebihan.

Seperti tidak rela saat lagu tersebut selesai. Mau mengulang kembali rasanya bernyanyi seperti itu.

Setelah itu, ketiga personil ini masuklah ke backstage. Dan setiap orang otomatis langsung panik dan lalu berteriak meminta encore. ”We want more!! We want more!!!!”. Saya yang sudah yakin mereka pasti kembali lagi ke atas panggung, diam saja menunggu saat itu tiba.

Dan benar saja, dengan serentak mereka kembali ke atas panggung.

Jared yang lalu kembali menyapa para penggemarnya, dan melihat ke sekeliling. Saya perhatikan, para crew pun juga sibuk seperti memilah-milah sesuatu. Saya langsung ngeh pada saat itu. Ah, ini pasti mereka lagi memilih segerombolan orang-orang yang akan naik ke atas panggung! Saya juga sudah bisa menebak lagu apa yang akan menjadi encore mereka. Penonton yang juga sudah ngeh akan situasi, mulai membuas pada saat itu juga. Semua orang berebutan memanjat pagar pembatas untuk bisa naik ke atas panggung. Dan saya pun ikutan menjadi buas berusaha keluar dari pembatas untuk mencapai panggung. Serius, keadaan waktu itu rusuh kebangetan.

Namun, usaha orang tekun memang selalu akan membawa hasil.
Iya, saya berhasil berdiri di atas panggung bersama musisi-musisi kesayangan saya yang bergabung dalam satu, 30 Seconds To Mars!!
Itu rasanya mau teriak kegirangan pada saat itu juga. Saya yang kemarin hanya bisa berandai-andai bisa seperti ini setiap menonton video rekaman konser mereka, akhirnya bisa berdiri di atas media yang sama dengan Jared, Shannon, Tomo.

Gila, mimpi apa saya semalam?

”This next song is called ’Kings and Queens’!!!”, teriak Jared Leto pada saat itu juga yang seketika memancing teriak histeris hamper seluruh penonton. Saya pun juga otomatis loncat-loncat—teriak—nyanyi-nyanyi sepanjang lagu, tidak seperti kebanyakan orang beruntung di atas panggung yang malah sibuk merekam wajah tampan Jared, Shannon, dan Tomo. Mungkin saya terdengar sinis, tapi mereka yang sibuk sendiri tersebut tidak tahu bagaimana caranya menikmati moment langka yang ada. Peduli apalah. Yang penting saya menikmati rasa bahagia luar biasa yang saya rasakan pada saat itu. Tidak pernah terlewat di pikiran saya sebelumnya untuk bisa berbagi panggung dengan siapapun musisi kesayangan saya.

“We were the kings and queens of promise!
We were the victims of ourselves!”

Dan dengan berhentinya lagu tersebut, berakhirlah sudah ‘surga’ saya pada saat itu.

Hari itu benar-benar salah satu hari yang tidak akan pernah bisa saya lupakan. Ah, bahkan saya pun sekarang masih tersenyum saat menulis tulisan ini, salah satu kenangan musikal terindah.
Tidak menyesal saya menghabiskan receh-receh di dalam dompet saya dan rela hidup ’ngirit’ sampai tanggal gajian di akhir bulan. Tidak menyesal saya dipotong gajinya hanya demi mantengin venue dari siang untuk bisa dapat spot menonton yang terbaik. Rasa lapar, haus, lemas, lelah yang dirasa selama acara pun terbayar lunas oleh apa yang telah saya alami.

Uang dapat dicari. Lapar, haus, dan segala temannya bisa dihilangkan.
Tapi pengalaman dan kenangan tidak akan bisa dibeli.

Saya masih ingat perkataan Jared Leto pada saat di tengah konser yang kira-kira seperti ini, ”We promise you, we’ll be back to Indonesia again!”.
Ya, saya harap mereka tidak melupakan janjinya tersebut. Dan saya berharap, pada saat mereka datang kembali ke negara ini, dengan konser tunggal mereka.

22 Juli 2011. 30 detik yang terasa abadi. 

***


No comments:

Post a Comment