Friday, September 14, 2012

Halo, Yah.

Sebelumnya, tidak apa kan aku memanggilmu 'Ayah' ? Rasanya panggilan itu terasa lebih nyaman di lidah ini. Dan juga, terasa lebih intim. Ah, aku yakin dirimu juga tidak akan merasa keberatan. Toh kita belum pernah saling memanggil sebelum ini. Aku baru sadar, kalau ini pertama kalinya juga aku mengajakmu berbicara.

Yah...
Untuk kesekian kalinya aku memandangi satu-satunya fotomu yang kupunya . Untuk kesekian kalinya pula aku merasakan sesak yang sama. Apa kabarmu di sana? Meskipun aku tahu pasti ayah selalu baik-baik saja, ingin sekali saja aku mendengar langsung bibirmu yang menjawab.

Iya, Yah. Aku kangen. Kangen sekali.

Sampai sekarang aku masih heran. Bagaimana bisa kita rindu akan sesuatu yang bahkan belum pernah kita lihat sekalipun? Iya, sekalipun.

Berkali-kali aku meminta pada Dia untuk sekali saja mempertemukan kita, meski hanya bisa di dalam mimpi. Apakah Tuhan sudah menyampaikannya ke Ayah? Karena sampai sekarang, dirimu masih belum juga datang...

Kenapa dirimu belum pernah datang? Apakah rindu ini hanya dirasa oleh sepihak?

Ayah tahu tidak? Sudah segudang cerita yang siap tumpah nanti saat aku punya kesempatan berbicara denganmu. Cerita tentang pekerjaanku, impian, sahabat-sahabatku yang menakjubkan, ribut kecil yang selalu saja terjadi antara aku dengan Mama ataupun Kakak, tumpukan koleksi CD dan CD lainnya yang ingin kubeli, kekhawatiranku mengumpulkan uang untuk menonton konser musisi favoritku di negeri sana, dan masih banyak lagi. Siap-siap saja nanti telingamu lelah mendengar segala ocehan panjang lebarku. Hahaha. Iya, anakmu yang satu ini memang cerewet sekali. Sudah turunan kali ya.

Ayah...
Andaikan dirimu tahu, betapa selalu aku merasa iri yang sangat setiap melihat anak perempuan yang sedang berjalan santai dengan ayahnya. Memeluk erat tangan kekar di samping mereka, seakan-akan tidak rela untuk melepasnya. Kadang aku berandai-andai jika dirimu masih ada di sini, apakah kita berdua juga akan seperti itu? Menjadi duo super kompak atau duo yang sering ribut? Mengingat cerita Kakak tentang dirimu yang sangat galak dulu. Ah, rasa-rasanya aku tidak peduli mau segalak apapun dirimu.  Karena aku yakin, kamu tetap sosok Ayah paling baik sedunia.

Aku tersadar, aku selalu ingin merasakan bagaimana rasanya dipeluk olehmu.

Entahlah. Aku sudah kehilangan kata-kata. Kangen sekali, Yah. Kangen kangen kangen kangeeeeennnnn luar biasa.

Tidak akan pernah lelah aku berdoa kepada Tuhan untuk menyuruhmu datang menghampiri mimpiku. Tidak akan.
Jadi maukah? Sekali saja? Dirimu mewujudkan pintaku ini?

Sebenarnya aku merasa bodoh menulis surat ini. Menulis surat kepada yang tidak ada. Tapi entah mengapa aku merasa dirimu pasti sedang membaca ini juga. Komyol, mungkin. Tapi biar saja. Rindu memang buta.

Sebentar lagi aku akan memejamkan mata. Menunggu jawabanmu. Tidak apa jika tidak bisa malam ini. Masih ada beribu malam lainnya jika Tuhan mengizinkan. Untuk Ayah, aku sabar menunggu.

Selamat malam, Yah.



Peluk erat,
Anakmu. Yang sedang diserbu jutaan rindu.

No comments:

Post a Comment